Universitas Gunadarma

Rabu, 23 November 2011

Teori Inflasi


TEORI INFLASI

Secara garis besar 3 kelompok teori  mengenai inflasi, masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses inflasi, yaitu:

1. Teori Kuantitas

Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari:
a.   Jumlah uang yang beredar
b.   Psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectation)

Inti dari teori ini adalah :

a. Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar (berupa penambahan uang cartal atau penambahan uang giral).

b.   Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar dan oleh psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa mendatang.

Ada 3 kemungkinan keadaan :

1.   Keadaan pertama, apabila masyarakat tidak (atau belum) mengharap­kan harga-harga untuk naik pada bulan bulan mendatang.
      Dalam hai ini, sebagian besar dari penambahan jumlah uang yang beredar akan diterima masyarakat untuk menambah likwiditasnya (yaitu, memperbesar pos Kas dalam buku neraca para anggota ma­syarakat).
      Ini berarti sebagian besar dari kenaikan jumlah uang tersebut tidak dibelanjakan untuk pembelian barang. Sehingga tidak akan ada kenaikan permintaan yang berarti akan barang-barang, jadi tidak ada kenaikan harga barang-barang.
      Dalam keadaan seperti ini kenaikan jumlah uang beredar sebesar 10% diikuti oleh kenaikan harga- harga sebesar, misalnya 1%.
      Keadaan ini biasa dijumpai pada waktu inflasi masih baru mulai dan masyarakat masih belum sadar bahwa inflasi sedang berlang­sung.

2.   Keadaan Kedua adalah di mana masyarakat atas dasar pengalaman di bulan bulan sebelumnya mulai sadar adanya inflasi.
      Penambahan jumlah uang yang beredar digunakan oleh masyarakat untuk membeli barang-barang (memperbesar pos aktiva barang-barang didalam neraca).
      Kenaikan harga (inflasi) adalah suatu pajak atas saldo kas ma­syarakat, karena uang semakin tidak berharga. Dan orang-orang berusaha menghindari pajak ini dengan mengubah saldo kasnya menjadi barang. Sehingga permintaan akan barang-barang melonjak, akibatnya harga barang-barang tersebut juga mengalami kenaikkan.
      Pada keadaan ini kenaikan jumlah uang sebesar, misalnya 10% akan diikuti dengan kenaikan harga barang mungkin sebesar 10% pula.

3.   Keadaan Ketiga adalah tahap Hiperinflasi, yakni orang-orang sudah kehilangan kepercayaan terhadap nilai mata uang. Keadaan ini ditandai oleh makin cepatnya peredaraan uang (velocity of circulation yang menaik). Uang yang beredar sebesar misalnya 20% akan mengakibatkan kenaikan harga lebih besar dari 20%.


2. Teori Keynes

Menurut teori ini, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi menurut pandangan ini adalah proses perebutan bagian rezeki di antara kelompok- kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang bisa disediakan oleh masyarakat. Proses perebutan ini diterjemahkan menjadi keadaan di mana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang- barang yang tersedia (timbulnya inflationary gap).


3. Teori Strukturalis

Adalah teori mengenai inflasi yang didasarkan atas pengalaman di negara Amerika Latin. Teori ini memberi tekanan pada ketegaran (rigidities) dari struktur perekonomian yang sedang berkembang. Karena inflasi dikaitkan dengan faktor-faktor struktural dari perekonomian (faktor-faktor ini hanya bisa berubah secara gradual dan dalam jangka panjang) maka teori ini disebut juga teori inflasi jangka panjang.

Menurut teori ini ketegaran utama ada dua macam:

1.   Ketegaran yang pertama berupa ketidakelastisan dari penerimaan eksport., yaitu nilai ekspor yang tumbuh secara lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor- sektor lain.

      Kelambanan ini disebabkan oleh:

a. Harga di pasar dunia dari barang-barang ekspor negara tersebut makin tidak menguntungkan dibanding dengan barang-barang impor yang harus dibayar (term of trade makin memburuk).

b.   Supplay atau produksi barang-barang ekspor yang tidak respon­sif terhadap kenaikan harga (supplay barang-barang ekspor yang tidak elastis).

      Kelambanan pertumbuhan penerimaan ekspor ini, berarti kelambanan pertumbuhan kemampuan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuh­kan (untuk konsumsi maupun investasi). Akibatnya negara tersebut mengambil kebijaksanaan pembangunan yang menekankan pada pengga­lakkan produksi dalam negeri dari barang-barang yang sebelumnya diimpor (import substitution strategy), meskipun biaya produksi dalam negeri lebih tinggi dan berkualitas rendah daripada barang- barang sejenis yang diimpor. Biaya yang lebih tinggi ini mengaki­batkan harga yang lebih tinggi pula.
      Bila proses substitusi impor ini makin meluas, biaya produksi juga meluas ke berbagai barang, sehingga makin banyak harga barang yang naik, dan inflasipun terjadi.

2. Ketegaran Kedua berkaitan dengan ketidakelastisan dari supplay atau produksi bahan makanan di dalam negeri. Produksi bahan makanan dalam negeri tidak tumbuh secepat pertambahan penduduk dan penghasilan per kapita, sehingga harga bahan makanan di dalam negeri cenderung untuk menaik melebihi kenaikan harga barang- barang lain. Akibat selanjutnya adalah timbulnya tuntutan karya­wan untuk memperoleh kenaikan upah. Kenaikan upah berarti kenai­kan ongkos produksi, yang berarti kenaikan harga barang-barang tersebut. Kenaikan harga tersebut menyebabkan tuntutan kenaikan upah lagi. Dan kenaikan upah ini diikuti kenaikan harga-harga. Demikian seterusnya.


Kesimpulan dari teori strukturalis yaitu:

1. Teori ini menerangkan proses inflasi jangka panjang di negara- negara yang sedang berkembang.

2.  Jumlah uang yang beredar bertambah secara pasif mengikuti dan menampung kenaikan harga barang-barang tersebut. Proses inflasi tersebut dapat berlangsung terus hanya bila jumlah uang yang beredar juga bertambah terus.
      Tanpa kenaikan jumlah uang, proses tersebut akan berhenti dengan sendirinya.(juga dalam teori Keynes dan teori kuantitas).
3.  Tidak jarang faktor-faktor struktural yang dikatakan sebagai sebab musabab yang paling dasar dari proses inflasi tersebut bukan 100% struktural. Sering dijumpai bahwa ketegaran ketegaran tersebut disebabkan oleh kebijaksanaan harga/moneter pemerintah sendiri.
 

3 komentar: