ETNOSENTRIS SEBAGAI BAGIAN DARI MASALAH SOSIAL
Masyarakat majemuk yang memiliki latarkebudayaan yang berbeda akan selalu menghadapi masalah etnosentrisme. Perbedaan itu merupakan akibat dari perbedaan folkways yang dimiliki. Keberbedaan ini dapat memicu adanya perpecahan yang mengarah ke disintegrasi antarbudaya. Hal inilah yang kemudian dirasa perlu untuk mempelajari lebih dalam tentang makna-makna yang sama dalam memahami setiap pesan dalam komunikasi antarbudaya.
Konteks Historis
Istilah antarbudaya pertama kali diperkenalkan oleh Edward T.Hall pada tahun 1959 dalam bukunya The Silent Language. Perbedaan antarbudaya dalam berkomunikasi baru dijelaskan oleh David K. Berlo (1960) melalui bukunya The Process of Communication (an introduction to theory and practice). Barlo (1960) menggambarkan proses komunikasi dalam model yang diciptakannya. Menurutnya, komunikasi akan tercapai jika kita memperhatikan faktor-faktor SMCR (Sources, Message, Channel, and Receiver). Antara sources dengan receiver yang diperhatikan adalah kemampuan berkomunikasi, sikap, pengetahuan sistem sosial, dan kebudaayaan. Namun, dalam hal ini, komunikasi antarbudaya yang dijelaskan melalui teori etnosentrisme ini berbasis pada konteks komunikasi kelompok (etnik).
Rumusan objek formal komunikasi antarbudaya baru dipikirkan pada 1970-1980-an. Pada saat yang sama, para ahli ilmu sosial sedang sibuk membahas komunikasi internasional yang disponsori oleh Speech Communication Associaton, sebuah komisi yang merupakan bagian Asosiasi Komunikasi Internasional dan Antarbudaya yang berpusat di Amerika Serikat.
“Annual” tentang komunikasi antarbudaya yang disponsori oleh badan itu terbit pertama kali pada 1974 oleh Fred Casmir dalam The International and Intercultural Communication Annual. Kemudian Dan Landis menguatkan konsep komunikasi antarbudaya dalam Internaional Journal of Intercultural Relations pada 1977. Pada tahun 1979 Molefi Asante, Cecil Blake dan Eileen Newmark menerbitkan sebuah buku yang membicarakan komunikasi antarbudaya, yakni The Handbook of Intercultural Communication. Sejak itu banyak ahli mulai melakukan studi tentang komunikasi antarbudaya, misalnya penelitian Asante dan kawan-kawan pada 1980-an.
Akhir tahun 1983, terbitlah International dan Intercultural Communication Annual yang dalam setiap volumenya mulai menempatkan rubrik khusus untuk menampung tulisan tentang komunikasi antarbudaya. Tema pertama tentang “Teori Komunikasi Antarbudaya” diluncurkan tahun 1983 oleh Gundykunst, disusul tahun 1988 oleh Kim dan Gundykunst, sedangkan tema metode penelitian ditulis oleh Gundykunst dan Kim tahun 1984.Edisi lain tentang komunikasi, kebudayaan, proses kerjasama antarbudaya ditulis pula oleh Gundykunst, Stewart, dan Tim Toomey tahun 1985, komunikasi antaretnik oleh Kim tahun 1986, adaptasi lintas budaya oleh Kim dan Gundykust tahun 1988, dan terakhir komunikasi / bahasa dan kebudayaan oleh Ting Toomey dan Korzenny tahun 1988.
Pada tahun 1990-an, studi-studi komunikasi antarbudaya diperluas meliputi pula studi komunikasi antarbangsa, misalnya Penelitian Komunikasi Kemanusiaan, Monograf Komunikasi, Jurnal Komunikasi, Jurnal Komunikasi Internasional dan Relasi Antarbudaya, Jurnal Studi tentang Orang Kulit Hitam, dan Jurnal Bahasa dan Psikologi Sosial.
McLuhan merupakan orang pertama yang memberikan tekanan ulasan pada hubungan komunikasi antarbangsa karena melihat adanya gejala ketergantungan antarbangsa. Dari gagasannya, muncullah konsep “Tatanan Komunikasi dan Informasi Dunia baru” yang mempengaruhi perkembangan sejumlah penelitian tentang perbedaan budaya antaretnik, rasial, dan golongan di semua bangsa. Faktor-faktor tersebut memantik pesatnya perkembangan teori dan penelitian yang berkaitan dengan komunikasi antarbudaya.
Konsep etnosentrisme seringkali dipakai secara bersama-sama dengan rasisme. Konsep ini mewakili sebuah pengertian bahwa setiap kelompok etnik atau ras mempunyai semangat bahwa kelompoknyalah yang lebih superior dari kelompok lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar